Senin, 05 Oktober 2009

Merenung Tanpa Kata-Kata

Kita pasti masih ingat akan duka yang baru saja dialami warga kota Padang saat beberapa hari yang lalu mereka mengalami bencana gempa bumi yang hebat yang merenggut banyak jiwa. Beberapa saat setelah terjadi bencana tersebut, kita dapat melihat begitu banyak reaksi yang diberikan oleh orang-orang, baik yang terkena langsung bencana tersebut maupun reaksi dari orang yang hanya mendengar dan melihat bencana tersebut. Ternyata dari berbagai banyak reaksi orang-orang, tidak sedikit juga kita melihat munculnya komentator-komentator dadakan yang sebenarnya tidak mengetahui atau memahami keadaan yang ada, orang-orang yang hanya bisa berkomentar ini biasanya akan selalu mencari-cari kesalahan orang lain yang pada akhirnya komentar-komentar yang mencari-cari kesalahan ini justru membuat keadaan bertambah rumit karena komentar-komentar itu mengakibatkan setiap orang jadi saling menyalahkan satu dengan yang lainnya tanpa mau bertindak. masyarakat menyalahkan pemerintah pusat yang dianggap gagal dan tidak peka terhadap bencana, pemerintah pusat yang juga kemudian menyalahkan pemerintah daerah yang tidak sigap dan cepat menyelesaikan bencana, pemerintah daerah yang kemudian juga menyalahkan masyarakat karena begitu banyak orang-orang yang datang dan tidak membantu tapi malah menjadikan tempat bencana itu sebagai tempat tontonan yang akhirnya membuat regu penolong sulit untuk bekerja, semua orang saling menyalahkan.
Teman-teman, memang banyak reaksi awal yang bisa kita perbuat ketika ada musibah atau kedukaan, baik ketika kita hanya sebagai pendengar atau hanya sekedar menyaksikan kedukaan tersebut, ataupun ketika posisi kita sebagai teman atau sahabat dari orang yang sedang mengalami kedukaan, atau malah posisi kita adalah orang yang sedang terkena kedukaan tersebut. Ada banyak raeksi awal yang bisa muncul atau kita perbuat saat kita ada dalam posisi-posisi tadi, tapi saat ini teman-teman, saya ingin menunjukan salah satu reaksi awal yang mungkin bisa kita lakukan baik saat posisi kita hanya sebagai pendengar atau hanya sekedar menyaksikan kedukaan, atau posisi kita sebagai teman dan sahabat dari orang yang sedang mengalami kedukaan atau posisi kita sebagai orang yang sedang mengalami kedukaan tersebut.
Hal yang pertama yaitu ketika posisi kita sebagai orang yang hanya mendengar atau menyaksikan kedukaan itu. Reaksi awal yang bisa kita lakukan saat itu adalah “diam, merenung tanpa kata-kata.” Apakah artinya ini kita hanya diam ketika mendengar atau melihat kedukaan?? Tentu tidak. Biasanya reaksi awal dari orang banyak ketika mendengar atau melihat kedukaan adalah mereka cenderung untuk langsung mengeluarkan komentar, seperti halnya komentator-komentator dadakan yang saya singgung diatas tadi, bisanya komentar-komentar seperti ini sering sekali hanya didasari oleh perasaan kecewa, emosi atau kekesalan semata sehingga biasanya komentar-komentar ini malah cenderung akan membawa masalah bukan menyelesaikan masalah. Tapi cobalah ketika kita mendengar atau melihat kedukaan, kita ambil waktu untuk diam, merenung tanpa kata-kata, biarkan Tuhan yang berbicara kepada kita, mungkin sekali ketika Tuhan mengijinkan kita mendengar atau melihat kedukaan, Ia ingin membentuk kepekaan kita untuk dapat mengasihi sesama, mengasihi semua orang walaupun mungkin kita tidak mengenal orang tersebut. Cobalah kita mengambil waktu untuk merenungkan tanpa perlu mengeluarkan kata-kata terlebih dahulu, coba kita renungkan apa muksud Tuhan dengan mengijinkan kita mendengar atau melihat kedukaan itu. Hal reaksi awal seperti ini tentunya lebih berguna daripada kita langsung dengan segera mengeluarkan komentar-komentar yang belum tentu berguna dan tepat saat kita mendengar atau melihat bencana atau kedukaan.
Hal kedua yaitu ketika posisi kita sebagai teman ataupun sahabat dari orang yang sedang mengalami kedukaan. Untuk posisi seperti ini saya teringat akan teman-teman Ayub, kita tahu reaksi awal yang ditunjukan teman-teman Ayub adalah diam bersama-sama dengan Ayub, Ayub 1:13”lalu mereka duduk bersama-sama dia ditanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengeluarkan sepatah kata kepadanya ………”
Kita melihat reaksi awal dari teman-teman Ayub sebenarnya sangat positif, mereka hanya diam dan merenung bersama-sama dengan Ayub. Mereka datang dan menunjukan keperdulian mereka sebagai teman dan sahabat dengan diam bersama-sama merasakan penderitaan yang sedang dialami Ayub. Namun reaksi berikutnya dari teman-teman Ayub ini yang menyalahkan dan memojokan Ayub justru membuat Ayub menjadi kehilangan kesabarannya dan mulai mempertanyakan kebaikan Allah sehingga Elihu menegur Ayub dan membuat Ayub segera menyadari kekeliruan ucapannya dengan mempertanyakan kebaikan Allah. Mengapa Ayub sempat sedikit keliru dan kehilangan kesabarannya dan kemudian mempertanyakan kebaikan Allah?? Iya, jawabannya adalah karena ucapan-ucapan teman-teman Ayub ini yang justru malah menyalahkan dan memojokan Ayub.
Teman-teman, reaksi ini yang sering kita lakukan, mungkin sebagai teman atau sahabat kita berniat menghibur teman atau sahabat kita yang sedang mengalami kedukaan, namun ternyata tidak jarang justru kata-kata yang keluar dari mulut kita membuat teman atau sahabat kita yang sedang mengalami kedukaan itu bukannya semakin kuat dalam iman namun perkataan kita mungkin sekali akan membuat iman teman atau sahabat kita ini menjadi goyah karena perkataan kita.
Saya ingat waktu saya sedang mengalami kedukaan ketika ayah saya meninggal, ada seorang sahabat saya yang datang kerumah duka namun tidak berbicara apa-apa dengan saya, dia hanya memeluk dan menepuk-nepuk pundak saya. Saat itu saya merasakan ada satu kekuatan baru yang diberikan oleh sahabat saya ini, memang dia tidak menghibur saya dengan mengucapkan kata-kata namun melalui sikapnya yang diam, memeluk serta menepuk-nepuk pundak saya membuat saya mengerti bahwa ia sedang ingin membagi kekuatan kepada saya dengan sikapnya yang menyatakan bahwa ia ada disebelah saya dan siap merangkul saya.
Teman-teman, kadang-kadang sikap seperti inilah yang diperlukan teman atau sahabat kita ketika dia mengalami kedukaan. Teman atau sahabat kita itu lebih membutuhkan kehadiran kita daripada kata-kata yang keluar dari mulut kita. Oleh karena itu sebenarnya reaksi awal yang bisa kita lakukan kepadateman atau sahabat kita yang mengalami kedukaan adalah salah satunya dengan diam dan bersama-sama dengan dia merenung tanpa perlu mengeluarkan kata-kata. Merenung dan lagi-lagi mencoba membiarkan Tuhan berbicara kepada kita, apa yang dapat kita lakukan untuk teman atau sahabat kita ini.
Hal yang ketiga yaitu ketika posisi kita sebagai orang yang sedang mengalami kedukaan. Ada banyak reaksi yang bisa kita lakukan ketika kita sedang mengalami kedukaan, mungkin ada yang menangis dan menyalahkan dirinya sendiri, atau ada juga orang yang lebih menyalahkan orang lain atas duka yang ia alami atau bahkan malah ada orang yang pada akhirnya akan menyalahkan Tuhan atas segala kedukaan yang ia alami. Memang ada banyak reaksi yang dapat kita lakukan saat menghadapi kedukaan, namun saya ingin menunjukan salah satu sikap reaksi yang dapat kita lakukan ketika kita mengalami kedukaan yaitu “diam dan merenung tanpa kata-kata”. Saya ingin mengajak teman-teman melihat reaksi Daud ketika anaknya sakit keras dan hampir meninggal, kita lihat Daud yang telah sadar karena kesalahannya setelah ditegur oleh Natan, Daud tidak menyalahkan diri sendiri, atau menyalahkan orang lain atau malah menyalahkan Tuhan karena penyakit yang diderita anaknya ini yang sudah membuat anak ini hampir mati. Daud tidak melakukan itu semua justru sebaliknya dalam IISamuel 12:16, kita lihat Daud memohon kepada Allah untuk kesembuhan anaknya itu, dia juga dengan tekun berpuasa serta semalam-malaman berbaring ditanah. Daud tidak mencoba mencari-cari kesalahan orang lain ataupun menyalahkan dirinya sendiri dengan penyakit yang diderita anaknya itu, Daud juga tidak menyalahkan Tuhan, Daud sadar akan kesalahannya dan mencoba memohon kesembuhan anaknya kepada Allah sambil tekun berpuasa. Kadang-kadang reaksi awal seperti inilah yang perlu kita lakukan ketika kita mengalami kedukaan, jangan kita mencari-cari kesalahan orang lain atas duka yang kita alami, jangan pula kita menjadi menyalahkan diri sendiri dan terus-terusan hanya menyalahkan diri atas duka yang kita alami, atau malah kita menyalahkan Tuhan atas duka yang kita alami. Ketika kita mengalami kedukaan, kita perlu mengambil waktu sejenak untuk berdiam diri dan merenung tanpa perlu mengeluarkan kata-kata, kita perlu membiarkan Tuhan berbicara kepada kita, kita perlu mencari tahu apa rencana dan maksud Tuhan atas duka yang kita alami ini, biarlah kita hanya berkata-kata kepada Tuhan dan Tuhan yang berkata-kata kepada kita melalui renungan-renungan kita ketika kita mengalami kedukaan ini.
Oleh karena itu teman-teman, saat ini saya ingin mengajak teman-teman untuk dapat melihat salah satu reaksi awal yang bisa kita lakukan baik ketika kita hanya sebagai pendengar atau hanya sekedar melihat kedukaan, atau ketika kita sebagai teman dan sahabat dari orang yang mengalami kedukaan, ataupun ketika kita sendiri yang sedang mengalami kedukaan. Biarlah reaksi awal ini, yaitu dengan berdiam dan merenung tanpa mengeluarkan kata-kata, dapat membuat kita menyikapi dengan baik dan benar kedukaan yang ada, biarlah dengan reaksi sikap kita ini dapat membuat kita semakin dekat dengan Tuhan karena kita terus mencoba merenungkan dan mencari tahu maksud serta rencana Allah dan membiarkan Tuhan yang berbicara kepada kita.
Amin.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar