Kamis, 29 Oktober 2009

Saya ikut Yesus atau Yesus ikut saya???

Bila ditanya mana yang benar dan seharusnya, saya ikut Yesus atau Yesus ikut saya??? Maka semua orang akan kompak menjawab, yang benar dan seharusnya adalah saya ikut Yesus.
Namun bila kita mau jujur, maka kenyataan yang sering terjadi dalam hidup kita adalah kita lebih mau agar Yesus ikut saya. Bahkan ada yang lebih lagi dengan memaksa agar Yesus ikut kita. Kita lebih ingin semua kemauan dan keinginan kita diikuti oleh Yesus,bahkan walaupun kita tahu bahwa keinginan kita itu dapat merugikan ataupun menyakiti orang lain, kita tidak perduli yang penting kita mau agar Yesus mengikuti keinginan kita. Kita bertindak seolah-olah kita lebih tahu segala yang terbaik untuk hidup kita dibandingkan dengan Yesus. Kita merasa setiap keinginan yang kita minta itu adalah yang terbaik buat kita dan tugas Yesus hanya sekedar mengikuti dan mengabulkan saja semua keinginan-keinginan kita. Maka tidak jarang bila kita tidak memperoleh apa yang kita inginkan, kita akan dengan berani mendebat Yesus dalam doa kita, kita mendebat dan mengeluarkan bermacam-macam alasan agar Yesus mengerti bahwa memang benar apa yang kita minta itu adalah yang terbaik untuk kita dan Yesus harus mengabulkannya, dan bila setelah berdebat itupun ternyata Yesus tetap tidak memberikan, maka kita tidak segan-segan akan marah dan merasa Yesus tidak baik dan tidak memperdulikan kita.
Lalu bila sudah seperti ini, sebenarnya mana yang menjadi Tuhan dan mana yang menjadi ciptaanNya?? Bukankah bila sudah seperti diatas, kita sudah bertindak seolah-olah kita yang menjadi Tuhan yang berkuasa, dan Yesus hanya kita jadikan pelayan yang harus mengikuti dan mematuhi semua keinginan-keinginan kita???
Kita tentunya tahu alasan mengapa yudas menjual Yesus?? Yudas kecewa karena keinginannya untuk melihat Yesus menggunakan pedang dan menggunakan kekuatanNya untuk berperang, merebut dan membebaskan bangsanya dari penjajahan tidak tercapai dan tidak dikabulkan oleh Yesus. Yudas yang ingin menjadikan yesus sebagai raja, dalam arti raja yang berkuasa secara fisik dengan jalan berperang dan merebut kekuasaan dari tangan penjajah, tidak tercapai. Yudas mau agar Yesus mengikuti keinginannya, oleh karena itu ia kecewa dan kemudian menjual Yesus ketika keinginannya tidak diikuti oleh yesus.
Teman-teman, mungkin memang kita tidak seperti yudas yang menjual Yesus untuk disalibkan. Namun bila kita mau mengkoreksi diri kita, mungkin kita juga pernah bertindak seperti Yudas yang kecewa karena keinginannya tidak diikuti oleh Yesus. Mungkin kita pernah kecewa karena keinginan kita untuk mendapatkan pekerjaan, mendapatkan karier yang bagus, mendapatkan kekayaan, mendapatkan pacar, atau mendapatkan apapun juga keinginan kita, dianggap Yesus bukanlah yang terbaik untuk kita sehingga Ia tidak memberikannya.
Bila kita sudah terjebak pada pemikiran seperti diatas tadi, pemikiran bahwa apa yang kita inginkan itu adalah yang terbaik untuk kita dan Yesus harus mengikuti segala keinginan kita, maka tidak mustahil kita pun mungkin akan menjual Yesus. Menjual Yesus untuk pekerjaan yang kita inginkan, menjual Yesus untuk karier yang kita inginkan, untuk kekayaan yang kita inginkan ataupun untuk pacar yang kita inginkan. Bila kita sudah terjebak pada pemikiran bahwa kita yang lebih tahu apa yang terbaik untuk kita, maka kita akan menjadi orang yang menghendaki agar Yesus mengikuti kita bukan lagi kita yang mengikut Yesus.
Oleh karena itu teman-teman, mari kita sama-sama belajar untuk menanamkan pengertian dalam diri kita bahwa semua rancangan dan rencana Tuhan untuk kita itu adalah yang terbaik dan terindah bagi kita. Dia yang lebih mengetahui apa yang diperlukan dan yang terbaik bagi Anak-AnakNya, Dia adalah Bapa yang tidak akan memberikan ular beracun pada AnakNya yang meminta roti. Dia juga Bapa yang tidak akan memberikan pisau bila itu bukan yang diperlukan dan bukan yang terbaik bagi AnakNya walaupun AnakNya memintanya. Dengan mengerti dan menanamkan pengertian ini dalam diri kita, maka kita akan dapat menjadi pengikut Tuhan yang baik, menjadi pengikutNya dan bukan memaksakan agar Tuhan mengikuti kita. Kiranya kita dapat mengikut Dia dan bukan memaksakan Dia mengikuti keinginan-keinginan kita.
Amin.

Minggu, 25 Oktober 2009

Tanggungjawab....

Siapa yang tidak mau memiliki teman atau sahabat yang bertanggungjawab?? Atau orang tua mana yang tidak mau memiliki anak yang bertanggungjawab?? Tentunya semua orang mau dan senang bila seseorang yang disayanginya memilki rasa bertanggung jawab. Namun sayangnya tidak semua orang bisa ataupun mau untuk bertanggungjawab. Ada banyak hal yang menyangkut tanggungjawab, bertanggungjawab atas semua tindakan yang telah kita lakukan, bertanggungjawab atas pilihan kita, bertanggungjawab atas perkataan kita atau bertanggungjawab atas lingkungan kita.
Mengapa kita juga harus bertanggungjawan atas lingkungan kita?? Bila kita kembali ke Alkitab, kita tentunya tahu bahwa Allah menciptakan dan menempatkan kita didunia bukan tanpa maksud dan tujuan. Ia menempatkan kita agar kita bertanggungjawab terhadap lingkungan dan mengambil peran dalam lingkungan dimana kita ditempatkan. Bertanggungjawab dan berperan dalam lingkungan memilki banyak hal, bertanggungjawab dan berperan terhadap alam lingkungan kita maupun bertanggungjawab dan berperan terhadap sesama kita yang ada dilingkungan kita berada.
Hari minggu kemarin, kami mengajak adik-adik sekolah minggu pra-remaja GKI Kepa Duri kesebuah taman disekitar tempat kami berada. Kami ingin mengajarkan dan menanamkan rasa tanggungjawab dan berperan terhadap lingkungan dimana mereka berada. Kami menanamkan salah satu motto kepada mereka “buka mata, lihat, perhatikan dan ambil peranan apapun juga yang dapat kamu lakukan dilingkungan dimana kamu berada”. Motto yang terlihat sederhana namun bila ini dilakukan oleh semua orang maka kita tidak akan lagi menemukan alam lingkungan kita yang rusak, atau kita juga tidak akan lagi menemukan sesama kita yang menangis karena tidak memiliki orang yang bersedia menolongnya dikala ia sedang kesusahan.
Ketika kami mengajarkan dan menanamkan motto ini kepada adik-adik sekolah minggu pra-remaja kami, mereka menyimaknya dengan baik dan mereka juga sangat antusias ketika mereka mempraktekan motto ini ditaman dimana saat itu mereka berada. Mereka melihat dan memperhatikan apa yang bisa mereka lakukan untuk lingkungan dimana mereka berada. Ada adik-adik kami yang tidak malu-malu segera mengumpulkan sampah-sampah yang memang masih banyak berserakan ditaman itu, ada juga dari mereka yang memperhatikan pedagang-pedagang asongan yang sedang kepanasan karena berjualan ditengah hari yang panas, mereka tanpa sungkan memberikan para pedagang asongan itu segelas minuman dingin dan sebungkus biscuit untuk dinikmati para pedagang asongan yang sedang kepanasan itu. Indah sekali apa yang kami lihat itu, apalagi mereka tidak malu ketika mereka harus mengumpulkan sampah-sampah dan memberikan minuman dingin kepada para pedangan asongan walaupun banyak orang-orang dewasa yang ada disekitar itu melihat dan memperhatikan mereka. Mungkin bagi orang-orang yang ada disana dan melihat kegiatan adik-adik sekolah minggu kami, mereka merasa heran dan menganggap apa yang adik-adik kami lakukan ini tidak wajar. Namun rasa tanggungjawab dan berperan dalam lingkungan dimana mereka berada, ini sikap yang mau kami tanamkan kepada adik-adik sekolah minggu pra-remaja kami. Kami juga berharap, apa yang telah mereka lakukan akan terus mereka ingat dan dapat mereka lakukan setiap waktu. Dan kami juga berharap apa yang telah dilakukan adik-adik sekolah minggu kami dapat menggugah semakin banyak orang agar memiliki rasa tanggungjawab dan mau berperan dalam lingkungan dimana mereka berada.
Karena itulah teman-teman, marilah kita mulai bersama-sama belajar untuk membuka mata, melihat, memperhatikan dan mengambil peran apapun juga yang dapat kita lakukan ditengah-tengah lingkungan kita berada. Yakinlah, dengan kita mulai untuk bersama-sama melakukan ini, akan semakin banyak orang yang mau dan bersedia malakukan hal ini juga, sehingga kita akan bersama-sama melihat hasilnya yaitu lingkungan kita yang indah dan bersih serta sesama kita yang saling perduli dan mengasihi. Ingat, Tuhan menempatkan kita disini bukan semata-mata kebetulan belaka atau tidak mempunyai maksud apapun, Ia ingin kita menjaga dan bertanggungjawab terhadap alam yang telah Ia ciptakan ini, sekaligus Ia ingin kita juga mengambil peran untuk memperhatikan sesama yang ada disekitar kita. Biarlah keberadaan kita dimanapun kita ditempatkan dapat berarti dan memiliki arti bagi lingkungan dan sesama dimana kita berada.
Amin.

Rabu, 21 Oktober 2009

Kecanduan......

Kecanduan?? Iya, sepertinya perasaan seperti itu yang saya rasakan. Ketika saya tidak melakukan hal tersebut maka perasaan tidak nyaman, tidak bisa tidur, merasa seperti ada yang kurang, muncul dalam diri saya. Seperti orang yang kecanduan kan?? Tapi jangan berpikiran negative dulu, perasaan seperti yang saya ungkapkan tadi muncul ketika saya lupa berdoa malam sebelum tidur. pernah suatu kali karena terlalu lelah maka saya langsung tertidur tanpa sempat berdoa malam dulu, paginya ketika saya bangun, saya merasakan seperti ada sesuatu yang kurang, perasaan yang tidak nyaman dalam diri saya, ketika saya sadari ternyata semalam saya lupa berdoa sebelum tidur. Perasaan tidak nyaman, seperti ada yang kurang itu terus terbawa sepanjang hari walaupun paginya saya juga telah berdoa namun tetap saja sepanjang hari itu saya merasa tidak nyaman dan merasa ada yang kurang dalam diri saya, persis seperti orang yang kecanduan.
Ternyata ada juga kecanduan dalam arti yang positif, selama ini ketika mendengar kata kecanduan maka pikiran kita selalu mengarah pada hal-hal yang negative. Kecanduan selalu dikonotasikan dengan hal-hal yang negative.
Saya jadi ingat salah satu anak sekolah minggu, anak ini mempunyai kebiasaan ketika datang ke sekolah minggu dia selalu menyalami semua kakak-kakak sekolah minggunya yang sedang berkumpul di depan kelas. Memang di gereja kami guru-guru sekolah minggunya memiliki kebiasaan sebelum memulai pelayanan sekolah minggu kami selalu berkumpul didepan pintu masuk kelas gedung serba guna, untuk berdoa memulai pelayanan kami. Lalu suatu ketika karena kami sedang sibuk mempersiapkan acara khusus, kami tidak berkumpul di depan kelas gedung serba guna, kami juga tidak menyadari anak ini sudah datang, ketika kami mau berdoa memulai sekolah minggu, kami melihat anak ini turun dari lantai dua dan khusus turun hanya untuk menyalami kakak-kakak sekolah minggunya. Sepertinya bagi anak ini kebiasaan menyalami kakak-kakak sekolah minggunya sebelum sekolah minggu dimulai sudah merupakan kebiasaan yang tidak bisa tidak ia lakukan, sudah seperti kecanduan, namun dalam hal yang positif.
Ternyata banyak kecanduan dalam hal-hal positif yang ada disekitar kita. Kecanduan menolong orang yang benar-benar membutuhkan, ia terbiasa menolong orang, sehingga ketika ia melihat ada orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan maka ia selalu siap menolong dan bila suatu ketika saat ia melihat orang yang benar-benar membutuhkan pertolongan dan ia tidak menolong, pasti akan muncul perasaan tidak nyaman dalam dirinya.
Kecanduan menyapa orang dengan sopan, orang seperti ini memiliki kebiasaan menyapa semua orang dengan sopan sehingga bila suatu ketika ia menyapa orang dengan ketus dan sinis maka pasti akan timbul perasaan tidak nyaman, seperti ada sesuatu yang salah.
Kecanduan memaafkan, orang ini tidak akan menyimpan dendan kepada orang lain, apalagi bila orang yang berbuat salah padanya itu telah meminta maaf, orang seperti ini akan merasakan tidak nyaman bila ia menyimpan dendam pada orang lain.
Masih banyak lagi contoh-contoh kecanduan dalam hal-hal positif. Tapi mungkin ada juga kecanduan yang kita pikir positif namun ternyata tidak baik, kecanduan kerja yang mengakibatkan kita lupa dengan prioritas-prioritas utama dalam hidup kita, atau kecanduan membaca yang membuat kita marah dan tidak ingin diganggu bila sedang membaca walaupun sebenarnya saat itu ada seseorang yang membutuhkan bantuan kita. Mungkin masih banyak lagi kecanduan-kecanduan yang kita pikir positif namun ternyata tidak baik. Lalu bagaimana caranya untuk mengukur bahwa kecanduan ini benar-benar positif dan baik?? Ada dua hal untuk mengukurnya. yang pertama, apakah hal itu berguna. Berguna bagi kita dan berguna juga bagi orang lain. Yang kedua, apakah hal itu membangun. Membangun kita, membangun sesama dan membangun hubungan kita dengan Tuhan. Bila kedua hal itu menjadi hasil akhir dari kecanduan kita, maka kecanduan kita itu adalah positif dan baik.
Lalu bagaimana kita dapat mengembangkan kecanduan-kecanduan dalam hal-hal positif?? Selalu biasakan untuk melakukan hal-hal yang baik itu, yang berguna dan yang membangun. Dengan kita selalu membiasakan diri kita untuk selalu melakukan hal-hal baik dan positif itu maka kita akan kecanduan melakukan hal positif itu. sehingga dalam melakukan hal-hal yang baik dan positif itu, tidak lagi akan menjadi beban untuk kita dan membuat kita terpaksa melakukannya. bahkan kita akan merasa damai, nyaman dan sukacita setiap kali kita melakukan hal-hal baik dan positif itu.
Marilah kita bersama-sama belajar mengembangkan kecanduan dalam hal-hal positif. Marilah kita membiasakan diri kita untuk selalu melakukan hal-hal baik dan positif, yang berguna dan membangun.
Amin.

Minggu, 18 Oktober 2009

Ngak Ada Waktu.

Hari minggu tanggal 18 oct kemarin kami komisi Anak GKI Kepa Duri baru saja selesai mengadakan acara temu wicara antara orang tua, guru sekolah minggu dan adik-adik sekolah minggu. Walaupun secara keseluruhan acara itu berjalan dengan baik, namun ada satu hal yang membuat saya sedikit sedih. Saya melihat dari acara tersebut ada suatu hal yang menunjukan bahwa adanya kekurang perdulian orang tua terhadap pertumbuhan dan perkembangan kerohanian anak mereka, sekilas terlihat bagi beberapa orang tua, dengan menitipkan anak-anak mereka di sekolah minggu itu mereka anggap sudah cukup untuk pertumbuhan kerohanian anak mereka. Mereka merasa dengan menitipkan anak mereka disekolah minggu maka tugas mereka untuk mendidik dan memperhatikan pertumbuhan rohani anak mereka sudah selesai, mereka menyerahkan semuanya control kerohanian anak mereka pada guru-guru sekolah minggu dan mbak atau suster-suster mereka, sehingga ketika acara temu wicara seperti ini diadakan, mereka beranggapan mbak atau suster-suster anak mereka yang lebih tepat untuk hadir untuk mengetahui cara-cara membimbing dan mengarahkan pertumbuhan kerohanian anak mereka. Dilain hal juga mereka merasa mereka tidak memiliki waktu lebih untuk datang keacara-acara seperti itu, dengan menyuruh anak mereka kesekolah minggu, mengikuti acara-acara sekolah minggu dan membayar mbak atau suster, maka mereka tidak perlu lagi untuk datang keacara-acara seperti itu. Oleh karena itu sewaktu saya bertanya kepada beberapa anak sekolah minggu, mengapa orang tua mereka tidak hadir diacara temu wicara ini, sebagian besar dari mereka menjawab orang tua mereka sibuk dan ngak ada waktu untuk datang keacara itu. Orang tua mereka ada kegiatan atau acara lain yang lebih penting. Saya sedih sekali mendengar jawaban anak-anak sekolah minggu ini, sepertinya orang tua sudah tidak lagi menganggap pertumbuhan kerohanian anak mereka sebagai suatu hal yang penting, kalah penting dibandingkan dengan keperluan bisnis, kerjaan, ataupun hobby mereka.
Saya jadi teringat akan satu cerita yang pernah saya baca, yaitu cerita tentang seorang anak yang mencoba mengumpulkan uang untuk membeli waktu ayahnya.
Ceritanya, ada sebuah keluarga dengan satu orang anak yang baru berusia 10 tahun, suatu malam sepulang si ayah bekerja, ia heran melihat anaknya belum tidur padahal hari telah malam dan biasanya setiap ayahnya pulang kerja lembur, si anak telah tertidur karena memang sudah malam. Sambil terus melakukan kegiatannya sepulang bekerja, si ayah ini menyapa anaknya yang belum tidur “tumben nak belum tidur??” si anak menjawab “iya, sedang menunggu ayah. Aku ada pertanyaan, boleh bertanya gak??”. “boleh, kamu mau nanya apa??”. “gaji ayah berapa sih??”. Ayahnya sedikit bingung dengan pertanyaan si anak, namun si ayah tetap menjawab “coba kamu hitung sendiri yah, dalam sehari ayah kerja 10 jam dari jam 9 pagi sampai jam 7 malam, ayah dibayar 400rb sehari, itu diluar waktu ayah kerja lembur seperti sekarang dan diluar bila ayah harus kerja pada hari sabtu atau minggu”. “berarti ayah dibayar 40rb satu jamnya diluar waktu lembur yah??”. “iya, wah kamu sudah pintar menghitung yah”. “yah, kalo gitu aku boleh pinjam 5rb gak??”. Dengan sedikit cape ayahnya menjawab “ sudahlah besok saja, kamu mau beli mainan kan??, besok ayah kasih uang lebih”. Si anak tetap memaksa “5rb saja yah, aku bukan minta kok, aku pinjam nanti kalo aku sudah menabung lagi aku akan ganti uang 5rb ayah”. Dengan kesal dan sedikit membentak, si ayah mengatakan pada anaknya “sudahlah kamu tidur saja sekarang, ayah juga sudah cape nih, besok saja ngobrolnya”. Ketika si anak ingin berbicara lagi, langsung di potong oleh ayahnya “sudah jangan bicara lagi, cepat masuk kamar dan tidur sana”. Karena melihat ayahnya marah, si anak cepat-cepat masuk kekamarnya. Ketika si ayah ingin tidur, ia teringat anaknya dan merasa bersalah maka ia cepat-cepat menegok anaknya dikamar, ia melihat anaknya masih belum tidur dan sedang sedikit menangis. Lalu si ayah mendekati anaknya dan mengatakan “maafkan ayah yah nak, besok ayah berikan kamu uang itu, tapi sebenarnya buat apa sih uang itu??”. Si anakpun menjawab “aku selama ini sudah menabung dari sisa uang jajanku dan baru terkumpul 35rb, tadikan kata ayah, ayah dibayar 40rb satu jam, berarti uangku kurang 5rb, aku mau membeli waktu ayah satu jam saja untuk menemaniku main ular tangga”. Mendengar jawaban anaknya ini si ayah langsung memeluk anaknya sambil menangis dan mengatakan “maafkan ayah yah nak”.
Mungkin ini hanya cerita, namun cerita seperti ini banyak kita temukan dalam kenyataan kehidupan kita sehari-hari, khususnya mungkin dikota-kota besar seperti Jakarta ini. Orang tua menganggap waktu bersama anak ataupun waktu untuk mengontrol dan memperhatikan pertumbuhan kerohanian anak menjadi kurang penting bila dibandingkan waktu untuk bekerja mencari uang. Mereka menganggap dengan uang, mereka dapat membayar mbak atau suster untuk memperhatian anak mereka termasuk memperhatikan pertumbuhan iman kerohanian anak mereka. Bila seperti ini yang terjadi, maka jangan heran bila suatu waktu kita menemukan anak yang lebih dekat dengan mbak atau suster mereka, kita juga akan menemukan anak yang lebih percaya dan menurut semua perkataan mbak atau suster mereka, kita juga akan menemukan anak yang lebih suka mencari tahu tentang apapun juga termasuk yang berhubungan dengan iman dan kerohanian mereka melaui orang lain ataupun dari teman-teman mereka.
Marilah sekarang kita mulai memprioritaskan apa yang lebih penting untuk kita, apakah benar uang dan pekerjaan menjadi prioritas kita yang utama dan terutama dibandingkan dengan pertumbuhan iman dan kerohanian anak??
Amin.

Kamis, 15 Oktober 2009

Mengajar Anak Untuk Berbagi.

Mengajar anak untuk berbagi adalah tema kami sebagai kakak-kakak sekolah minggu GKI Kepa Duri dalam acara temu Wicara orangtua dan Guru Sekolah Minggu, yang akan kami adakan tgl 18 Oct ini, dalam rangka acara bulan keluarga GKI.
Kami sadar, ketika kami mengangkat tema “mengajar anak untuk berbagi”, itu artinya sebelum kita sebagai orang yang lebih dewasa mengajarkan anak kita ataupun adik-adik sekolah minggu kita, seharusnyalah kita dahulu yang menjalankan dan menunjukan sikap berbagi itu dalam setiap kehidupan kita. Permasalahannya adalah, bagaimana kita dapat dan mau mengajarkan sifat berbagi untuk anak ataupun adik sekolah minggu kita bila kitapun sebagai orang yang lebih dewasa tidak mengetahui dengan benar prinsip-prinsip berbagi. Ada beberapa orang yang menganggap bila dirinya sudah memberikan sumbangan atau perpuluhan ataupun persembahan maka ia menganggap bahwa ia selesai menjalankan tugasnya untuk berbagi. Bila itu yang terjadi maka mungkin saja ia akan merasakan hampa atau tidak merasakan sukacita ketika ia berbagi. Bila sudah seperti itu maka jangan heran bila suatu ketika ia akan berhenti dan tidak mau lagi untuk berbagi karena ia tidak merasakan sukacitanya dalam berbagi. Orang yang tidak memahami prinsip-prinsip dalam berbagi mungkin saja mengangap bahwa berbagi itu adalah tugas yang memberatkan dan merepotkan sehingga ia akan melakukannya dengan terpaksa.
Salah satu prinsip dalam berbagi adalah, jangan selalu menyamakan arti berbagi itu harus selalu dengan uang, uang dan uang. Sehingga ia merasa bila ia sudah memberikan sumbangan uang kepada orang lain maka ia telah menjalankan tugasnya untuk berbagi, dan bila ia tidak mempunyai uang maka ia tidak bisa berbagi dalam hidupnya. Bila berbagi hanya didasarkan pada uang maka artinya orang-orang yang kaya dan banyak uangnya saja yang dapat berbagi, dan juga orang-orang kaya itu tidak perlu orang lain. Tidak seperti itu. Siapapun orangnya ketika ia sedang menghadapi masalah atau sedang merasakan seorang diri tentunya ia perlu diberikan perhatian, kasih dan penghiburan dari orang lain yang bersedia berbagi perhatian, kasih untuknya.
Berbagi dalam hidup tidak hanya dengan uang kita, kita pun dapat dan perlu untuk berbagi perhatian, berbagi kasih, berbagi telinga kepada orang yang sedang membutuhkan perhatian.
Belum lagi masih ada orang yang memiliki motivasi yang salah dalam berbagi. Salah satu motivasi yang salah dalam berbagi adalah dengan menganggap bahwa ketika ia berbagi dengan orang lain maka Tuhan harus membayar dan menggantikan apa yang dia bagikan itu dengan berkali-kali lipat. Kita sering mendengar ada orang yang mengatakan bila kita mau memberi uang kepada orang miskin ataupun orang yang memerlukan maka Tuhan akan membalasnya dengan uang yang berkali-kali lipat. Ini salah satu motivasi memberi yang keliru, dia pikir dengan memberikan orang lain uang 1000 maka Tuhan harus membayar dia 10.000. Apakah uang 1000 yang ia berikan kepada orang lain itu uangnya sendiri sehingga ia menganggap Tuhan berhutang 1000 kepadanya dan harus membayar 10.000?? motivasi ini yang perlu kita luruskan dalam berbagi. Kita sebenarnya tidak memberikan orang lain apapun dari yang kita punya, kita hanya menyalurkan apa yang Tuhan telah titipkan untuk kita dan orang lain.
Orang yang tidak mau berbagi adalah orang yang tidak mengerti asal kepunyaannya itu dari mana dan ia tidak tahu siapa yang memberi. Artinya, orang ini tidak tahu bahwa sebenarnya segala sesuatu yang ia punyai sekarang itu bukanlahlah miliknya sendiri tapi semuanya berasal dari Tuhan. Biasanya orang-orang yang seperti ini memiliki motto bahwa apapun yang ia inginkan harus diraihnya dengan kerja keras. Memang motto ini tidak sepenuhnya salah hanya kurang lengkap, seharusnnya ia menambahkan kata-kata, apapun yang ia inginkan harus diraihnya dengan kerja keras dan pertolongan Tuhan serta Tuhanlah yang menentukan hasil akhir dari kerja keras kita itu.
Lalu juga ia tidak tahu siapa yang memberi. Artinya orang seperti ini selalu berpikir bahwa setiap apapun juga yang ia berikan itu berarti ia yang memberikan, lalu siapa yang akan memberikan untuk dirinya bila ia akan kekurangan karena ia telah memberikan apa yang ia punya itu untuk orang lain. Orang seperti ini tidak sadar bahwa apa yang ia punya itu semata-mata diberikan oleh Tuhan, dan Tuhan tidak akan pernah kehabisan apapun juga untuk memberikannya dan mencukupi orang itu sendiri dan orang lain.
Lalu hal apa yang membuat orang tidak mau untuk berbagi dalam hidupnya?? Jawabannya adalah karena rasa cinta uang dan sifat egois dalam dirinya yang membuat orang tidak mau berbagi. Salah satu akar dosa adalah sifat rasa cinta uang dalam hati kita, Keserakahan dan tidak pernah merasa cukup. Begitu juga dengan sifat egois yang hanya menginginkan kepentingan diri kita sendiri yang diutamakan.
Saya ada sebuah cerita, tentang sebuah keluarga sederhana. Diceritakan ada sebuah keluarga yang memiliki penghasilan pas-pasan namun ia selalu mau berbagi untuk orang-orang lain yang membutuhkan. Keluarga ini selalu menyisihkan dari penghasilannya yang pas-pasan itu untuk membantu tetangga-tetanganya yang sedang membutuhkan bantuan. Kegiatan ini dilakukan terus menerus oleh keluarga ini tanpa sekalipun berharap mendapat balasan dari apa yang telah ia lakukan. keluarga ini selalu melakukannya dengan bahagia karena setiap mereka berbagi mereka merasakan sukacita yang besar dalam diri mereka. Hingga suatu hari datanglah seorang pengembara untuk singgah dan menumpang dirumah keluarga sederhana ini, seperti biasa keluarga ini menyambut tamunya dengan senang dan membantu memberikan segala keperluan si pengembara ini dengan sukacita, sampai ketika pengembara ini akan pulang, ia mengatakan kalau ia tidak bisa membalas segala kebaikan keluarga itu dengan uang karena ia tidak memiliki uang, ia hanya memiliki seekor bebek dan itu yang akan ia berikan kepada keluarga ini. Hanya satu pesan si pengembara ini, bila nanti bebek ini bertelur tolong berikan telur yang satu untuk orang lain yang membutuhkan dan telur yang satunya lagi boleh dimiliki oleh keluarga itu. Singkat cerita setelah beberapa minggu keluarga ini merawat bebek pemberian si pengembara itu, maka keluarga ini mendapatkan hasil yaitu bebek ini bertelur dua butir. Sesuai pesan dari pengembara tadi maka telur yang satu mereka berikan kepada tetangga mereka yang membutuhkan sedang telur yang satu lagi untuk mereka. Hal ini terus berlangsung beberapa bulan, setiap hari bebek ini bertelur dua butir dan setiap hari juga keluarga sederhana itu memberikan satu telur untuk tetangganya. Selama beberapa bulan itu keluarga sederhana ini dapat cukup dengan satu telur bagiannya dan juga selalu sukacita memberikan telur yang satunya untuk tetangganya. Hingga suatu waktu bebek ini menelurkan dua butir telur emas, maka sesuai pesan pengembara telur yang satu harus diberikan kepada orang yang membutuhkan. Keluarga ini terus menuruti pesan pengembara dengan memberikan telur yang satu untuk orang lain, walaupun sekarang semenjak bertelur emas, si bebek hanya bertelur dua butir telur emas setiap dua minggu sekali. Mula-mula itu tidak menjadi masalah bagi keluarga sederhana tadi, namun semenjak istri dari keluarga sederhana ini berubah menjadi istri yang telah tahu dan hobby berbelanja serta mengenakan perhiasan-perhiasan dan baju-baju mewah maka ia merasa satu telur emas setiap dua minggu sekali itu tidak cukup, ia minta kepada suaminya untuk tidak lagi memberikan telur emas yang satunya untuk tetangga-tetangganya yang membutuhkan. Mulai dari sinilah muncul pertengkaran-pertengkaran dalam rumah itu, sang suami masih bertahan untuk tetap memberikan satu telur emas untuk tetangga-tetangganya namun istrinya selalu marah setiap suaminya memberikan telur emas untuk tetangga yang membutuhkan. Pertengkaran-pertengkaran ini akhirnya membuat keluarga itu bercerai, dank arena si istri itu takut suaminya tidak akan memberikan bebek bertelur emas itu untuknya maka ia berniat membunuh bebek itu karena ia berpikir bila setiap dua minggu sekali bebek ini bisa bertelur emas berarti dalam perut bebek ini pasti terdapat banyak emas, daripada dia tidak memperoleh bebek itu maka ia berniat membelah perut bebek itu untuk mengambil emasnya. Namun apa yang didapat?? Ternyata dalam perut bebek itu tidak ada sedikitpun emas.
Cerita tadi memang hanya sebuah cerita, namun banyak hal yang dapat kita ambil dari cerita itu. Keserakahan dan rasa cinta uang akan membuat kita tidak lagi mau untuk berbagi, bahkan rasa cinta uang dan keserakahan itu akan mengambil sukacita yang selama ini telah kita miliki.
Begitu juga dengan keegoisan, walaupun mungkin usia kita telah dewasa namun kadang-kadang keegoisan kita seperti anak-anak yang selalu ingin dirinya sendiri yang dipentingkan dan diutamakan, kita tidak mau berbagi perhatian, kasih kepada orang lain karena kita menginginkan orang lainlah yang harus selalu memberikan perhatian dan kasih kepada kita. Egois untuk mendapatkan semuanya untuk kita sendiri dan tidak mau membagi kepada orang lain.
Jadi teman-teman, tidaklah mudah untuk mengajarkan anak kita ataupun adik-adik sekolah minggu kita untuk berbagi. Selama diri kita sendiri belum memahami arti sesungguhnya dari berbagi maka tidak mungkin kita dapat memberikan contoh dan teladan yang benar dalam berbagi. Mungkin kita dapat berbagi, namun apakah dalam berbagi itu motivasi kita telah benar?? Atau apakah dalam berbagi itu kita melakukannya dengan terpaksa dan hanya menganggap sebagai tugas semata sehingga kita tidak dapat menikmati sukacita dalam berbagi??
Berbagi bukanlah tugas semata, namun itu adalah panggilan kita sebagai murid Kristus yang telah lebih dahulu memperoleh berkat dan kasih Kristus. Sehingga sudah sepatutnyalah kita sebagai muridNya menyalurkan segala berkat dan kasih yang selalu Ia berikan kepada kita. Jadilah saluran Kristus untuk berbagi berkat dan kasih kepada sesama, dan nikmatilah sukacita dalam berbagi.
Amin.

Senin, 12 Oktober 2009

Kecewa Berat.

Sebagai manusia tidak ada seorangpun yang tidak pernah merasakan kecewa dalam hidupnya. Tentu saja tingkat kekecewaan orang itu bisa berbeda-beda, ada yang hanya sedih sebentar saja lalu melupakan apa yang baru saja ia alami, ada yang sedih sampai menganggis berjam-jam lalu baru bisa melupakan apa yang dialami, tapi ada juga yang sedih dan walaupun sudah nanggis berjam-jam namun belum mampu melupakan apa yang sudah ia alami bahkan kejadian itu membuatnya mendendam dan selalu mengingat-ingat hal itu. Mungkin seperti itulah yang dapat digambarkan sebagai kekecewaan berat.
Kekecewaan itupun bisa terjadi karena apa saja, mungkin saja hal yang bagi orang lain kecil atau sederhana tapi bagi kita hal itu bisa menjadikan kita kecewa bahkan mungkin kecewa berat. Atau malah sebaliknya, hal yang kita anggap kecil dan sederhana tapi bagi orang lain justru itu dapat menimbulkan kekecewaan bahkan kekecewaan berat.
Kekecewaan itu bisa terjadi pada siapa saja, kapan saja dan dimana saja. Seseorang yang cuek dan acuh dalam hidupnya pun pasti pernah merasakan kecewa.
Kecewa biasanya timbul karena apa yang kita dapatkan tidak sesuai dengan apa yang kita inginkan atau harapkan.
Kalau teman-teman sudah tahu kondisi fisik saya, pastilah teman-teman juga tahu mengapa dahulu saya sempat kecewa dengan segala obat-obatan dan pengobatan yang saya jalankan. Saya kecewa karena saya merasa semua obat-obatan yang saya minum dan semua tindakan pengobatan yang saya jalani tidak ada juga yang menunjukan setitikpun harapan kesembuhan pada fisik saya.
Banyak sekali hal-hal yang dapat membuat kita kecewa bahkan sampai kecewa berat. Itu juga yang saya pernah alami dan rasakan. Kita mungkin pernah kecewa dengan kesehatan kita, kita juga mungkin pernah kecewa dengan teman-teman atau bahkan sahabat-sahabat kita, kita juga mungkin pernah kecewa dengan saudara-saudara kita, kita juga mungkin pernah kecewa dengan keadaan ekonomi kita, kita juga mungkin pernah kecewa dengan pekerjaan kita, kita juga mungkin pernah kecewa dengan study kita, atau kitapun juga mungkin pernah kecewa dengan keadaan Negara kita. Banyak sekali hal-hal dalam hidup kita yang dapat membuat kita menjadi kecewa atau bahkan mungkin kecewa berat.
Bila teman-teman mau membedah Alkitab dengan lebih dalam lagi, tentunya teman-teman akan melihat mengapa Yudas mengkhianati dan menjual Yesus. Titik awal yang membuat Yudas melakukan itu adalah karena kekecewaan ia terhadap Yesus. Yudas kecewa dan bahkan kecewa berat kepada Yesus karena Yudas mengikuti Yesus karena ia berpikir bahwa Yesus adalah raja yang akan membebaskan bangsanya dari penjajahan Romawi. Yudas menginginkan Yesus menggunakan kekuatan untuk merebut dan membebaskan bangsanya dari penjajahan. Itulah yang membuat Yudas kecewa dan bahkan kecewa berat, Yudas tidak melihat tanda-tanda bahwa Yesus akan berbuat seperti yang Yudas inginkan yaitu menggunakan kekuatan untuk menjadikan Yesus raja dengan cara merebut dan membebaskan bangsanya dari penjajahan Romawi. Malah sebaliknya, Yesus selalu menunjukan kasih dalam setiap pelayanan dan pengajaranNya. Karena kekecewaan Yudas yang sangat besar itulah yang mendorong Yudas menghianati dan menjual Yesus.
Dari hal Yudas inilah kita dapat belajar, teman-teman dapat melihat bagaimana yang dilakukan Yudas karena kekecewaannya. Sadar atau tidak, kitapun mungkin pernah bertindak seperti Yudas, menjual Yesus karena kekecewaan kita. Ketika apa yang kita minta atau kita harapkan atau kita minta dalam doa kita ternyata tidak diberikan oleh Tuhan, kita lantas kecewa dan meninggalkan Tuhan. Kita tidak lagi mau kegereja, tidak lagi mau pelayanan, tidak lagi mau berdoa dan membaca Alkitab.
Kekecewaan apalagi sampai kecewa berat seringkali membuat kita tidak lagi bisa berpikiran baik terhadap apapun juga. Kekecewaan apalagi kekecewaan berat seringkali membuat pikiran kita menjadi tidak jernih memandang masalah yang ada. Kekecewaan berat itu juga memacu kita untuk bertindak berdasarkan emosi dan tanpa pemikiran yang benar, apalagi pemikiran tentang apa yang berkenan kepada Tuhan.
Kekecewaan seringkali mengacaukan pikiran kita, kita tahu apa yang Tuhan kehendaki atau inginkan dalam hidup kita, namun karena kekecewaan kita pada seseorang atau pada hal itu, akan membuat kita tidak lagi bisa berpikir dan melihat apa kehendak Tuhan dalam hidup kita, akhirnya kitapun tidak akan bisa melakukan apa kehendak Tuhan atau apa yang Tuhan ingin kita lakukan kepada orang tersebut atau kepada hal itu.
Kekecewaan adalah hal yang tidak mungkin dapat kita hindari dalam kehidupan kita, itulah kehidupan, tidak mungkin kita selalu mendapatkan atau menemukan apa yang kita inginkan atau harapkan. Namun tentunya ada cara untuk menghadapi kekecewaan itu sehingga kita tidak menjadi seperti Yudas yang juga menjual Yesus karena kekecewaan kita. Kita tidak boleh kalah pada kekecewaan ataupun kekecewaan yang berat. Bila dalam kekecewaan, kita menjadi orang yang lebih mengutamakan emosi dalam bertindak atau ketika dalam kekecewaan, membuat kita tidak lagi dapat berpikiran jernih untuk melihat apa kehendak Tuhan dalam kehidupan kita, itu artinya kita telah kalah oleh kekecewaan ataupun kekecewaan berat kita.
Marilah teman-teman, mulai hari ini kita isi hidup kita dengan Firman-firman Tuhan dan terus dengar-dengaran kepadaNya, sehingga ketika kita menghadapi kekecewaan atau menemui kekecewaan berat dalam hidup kita, kita telah memiliki cukup banyak bekal yaitu Firman-Firman Tuhan yang akan membantu kita dalam menghadapi dan melewati kekecewaan kita. Sehingga kita dapat menang dalam menghadapi kekecewaan berat kita dan membuat kita tetap dapat hidup seturut dengan kehendakNya dan tetap melakukan kehendakNya, sehingga akhirnya kita layak disebut Anak-AnakNya.
Amin.

Rabu, 07 Oktober 2009

LIDAH, Kecil namun banyak maknanya

Lidah adalah salah satu bagian kecil dari tubuh manusia, tapi tidak ada satu orangpun yang dapat mengecilkan arti atau makna lidah dalam kehidupannya. Tidak jarang lidah dapat menjadi salah satu factor yang menentukan kegagalan atau keberhasilan kita. Lidah walaupun letaknya agak tertutup oleh rongga mulut kita namun maknanya sangat beragam dalam kehidupan kita. Lidah dapat memuji orang namun lidah juga dapat mengutuk orang, lidah dapat membawa damai namun lidah juga dapat membawa peperangan, lidah dapat membangun orang namun lidah juga dapat menghancurkan orang. Begitu banyak peran dan makna lidah dalam setiap kehidupan kita. Ada sebuah cerita dalam sebuah kerajaan, suatu ketika raja dalam kerajaan itu memerintahkan juru masak istana untuk menghidangkan makanan yang paling enak sedunia. Untuk memenuhi perintah raja tersebut maka juru masak istana itu menghidangkan sop lidah kepada raja tersebut, raja mencicipi makanan tersebut sambil bertanya-tanya mengapa makanan ini dikatakan oleh juru masak itu sebagai makanan terenak sedunia, lalu raja menanyakan hal itu kepada juru masak, juru masak itu menjawab “saya menganggap sop lidah sebagai makanan terenak sedunia karena dengan lidah kita dapat menghibur orang yang sedang sedih, dengan lidah juga kita dapat menguatkan orang yang sedang lemah, dan dengan lidah juga saya dapat memuji baginda raja saat baginda menikmati makanan yang saya sajikan ini”. Mendengar alasan juru masak itu maka rajapun puas. Kemudian raja memerintahkan lagi agar juru masak ini menyajikan makanan yang paling tidak enak sedunia. untuk memenuhi perintah raja ini maka juru masak itu menyajikan kembali sop lidahnya. Melihat makanan yang disajikan oleh juru masak itu sama maka raja menanyakan apa maksud dari juru masak itu. Maka juru masak itupun menjawab “tadi saya membawa sop lidah ini sebagai makanan terenak sedunia karena memang lidah dapat menjadikan sesuatu itu indah dan baik, namun saya juga menyajikan sop lidah sebagai makanan paling tidak enak sedunia karena memang lidah juga dapat membuat orang lain sedih dan terluka, lidah juga dapat membawa perpecahan bahkan peperangan, bahkan sangat mungkin bila ketika baginda raja sedang menikmati sop lidah ini saya memaki-maki baginda, maka saya yang tadi saja baru dipuji dan baginda senang atas masakan saya akan berubah menjadi membenci dan menghukum saya dan menganggap semua masakan saya sangat tidak enak”. Mendengar alasan juru masak istana itu membuat raja sangat puas dan bangga dengan pemikiran juru masak itu maka raja memerintahkan menaikan jabatan juru masak itu menjadi penasehat kerajaan.
Cerita itu mungkin hanya cerita biasa saja, namun ternyata Yakobus juga melihat penting dan perlunya untuk mengingatkan jemaat-jemaat kedua belas suku akan penting dan bahayanya lidah, sehingga Yakobus dalam suratnya Yakobus 3:1-12 merasa perlu membahas dan mengingatkan jemaat-jemaat kedua belas suku untuk menjaga lidah. Ada dua istilah menarik yang Yakobus gunakan dalam suratnya ini, ayat ketiga dan keempat Yakobus menggunakan kata kekang dan kemudi. Kalau kita mendengar kata kekang tentunya kita teringat pada salah satu binatang yaitu kuda yang selalu menggunakan tali kekang. Kuda adalah hewan yang dapat sangat bermanfaat dan berguna dalam kehidupan manusia, kuda dapat membantu membawa beban berat, kuda dapat juga menjadi salah satu alat transportasi baik sebagai delman maupun sebagai kuda tunggang. Namun kuda juga dapat berbahaya dan menyusahkan manusia, ketika kuda itu masih liar maka sangat mungkin kuda itu justru menjadi bahaya bagi manusia yang mau memanfaatkannya. Oleh karena itu kita membutuhkan tali kekang untuk dapat mengatur dan mengarahkan kuda itu, seberapapun liarnya kuda itu bila kita telah dapat memasangkan tali kekang pada kuda itu maka kita mulai dapat mengatur dan mengarahkan kuda itu. Namun permasalahannya tidaklah mudah dan gampang memasangkan tali kekang pada kuda apalagi memasang tali kekang pada kuda yang liar, oleh karena itu sangat dibutuhkan arahan atau pelajaran ataupun pengalaman untuk membantu kita agar dapat memasang tali kekang pada kuda.
Begitu juga istilah yang kedua, kemudi, ketika berbica tentang kemudi maka yang terbayang oleh kita adalah alat-alat transportasi yang menggunakan kemudi sebagai pengaturnya, setiap alat transportasi baik mobil ataupun truk kendaraan didarat, maupun kapal laut alat transportasi dilaut ataupun pesawat alat transportasi di udara, semuanya memerlukan kemudi sebagai alat untuk mengarahkan dan mengatur alat-alat transportasi itu. Semua kemudi itu berbentuk lebih kecil bila dibandingkan alat-alat transportasi itu, coba lihat alat kemudi truk yang cukup kecil bila dibandingkan dengan bentuk truk yang besar, atau lihat kemudi kapal laut yang cukup kecil dibandingkan dengan bentuk kapal laut yang besar, ataupun juga kemudi pesawat yang cukup kecil dibandingkan dengan bentuk pesawat itu sendiri. Namun siapa yang bisa menampikan peranan dan makna penting dari kemudi-kemudi yang kecil itu untuk mengarahkan dan mengatur alat-alat transportasi yang sangat besar itu. Dengan kemudi yang begitu kecil mampu mengarahkan dan mengatur serta berguna membawa barang-barang atau bahkan manusia yang menggunakan alat-alat transportasi itu menuju tempat yang benar dan sesuai dengan tujuan yang dimaksud. Namun lagi-lagi tidaklah mudah menggunakan kemudi itu, walaupun bentuk kemudi itu tergolong kecil namun untuk menggunakannya dengan baik dan benar dibutuhkan panduan ataupun pelajaran ataupun arahan agar kita dapat menggunakan kemudi itu untuk mengendalikan alat-alat transportasi yang besar itu.
Begitu juga dengan lidah, bagian tubuh yang kecil namun berperan dan bermakna besar dalam kehidupan manusia. Yakobus mengingatkan jemaat kedua belas suku, termasuk juga mengingatkan kita, agar kita dapat menjaga, mengekang dan mengendalikan lidah kita, karena dari lidah inilah dapat timbul berbagai macam dosa yang dimulai dari lidah kita. bila kita mau jujur, berapa sering kita jatuh dalam dosa dan berbuat salah karena berawal dari kita tidak dapat menjaga atau mengekang lidah kita. Menjaga dan mengekang lidah bukan berarti kita diam saja dengan kebenaran atau acuh pada keadaan dan lebih memilih diam dan tidak mau berbicara. menjaga dan mengekang lidah bukan seperti itu artinya, tapi menjaga dan mengekang lidah berarti kita dapat mengendalikan lidah kita termasuk pikiran kita sehingga kata-kata yang keluar dari mulut dan lidah kita bukanlah kata-kata yang dapat menghancurkan, membuat perpecahan, mengutuk dan mencaci apalagi kata-kata yang mendukakan Tuhan. Namun dengan menjaga dan mengendalikan lidah maka kita dapat mengeluarkan kata-kata yang membangun, menghibur, menyenangkan dan bahkan memuji Tuhan.
Namun memang permasalahannya mengatur, menjaga ataupun mengekang lidah bukanlah perkara atau tindakan yang mudah, kita lebih cenderung menggunakan lidah kita berdasarkan emosi dan keinginan duniawi kita. Tidaklah mudah menjaga, mengatur dan mengekang lidah kita, sama seperti halnya menggunakan tali kekang pada kuda dan menggunakan kemudi pada alat-alat transportasi, demikian juga sulitnya kita mengekang, mengendalikan dan menjaga lidah kita. Namun seperti halnya memasang tali kekang pada kuda dan menggunakan kemudi pada alat-alat transportasi yang membutuhkan arahan, pelajaran maupun panduan, demikian juga kita, kita membutuhkan arahan, panduan dan pelajaran untuk dapat menjaga, mengekang dan mengendalikan lidah kita. Dan oleh karena itulah kita membutuhkan Alkitab, kita membutuhkan waktu-waktu khusus untuk kita dapat membaca, belajar dan memahami Alkitab sehingga dengan Alkitab itu kita semakin diajar dan diarahkan untuk dapat melakukan segala hal yang diperintahkan dan berkenan kepada Tuhan, termasuk agar kita dapat menjaga dan mengekang lidah kita.
Oleh karena itu, mulai hari ini saya ingin mengajak teman-teman semua untuk kita bersama-sama mulai belajar untuk menjaga dan mengekang lidah kita, saya ingin mengajak teman-teman untuk menyediakan waktu-waktu khusus untuk membaca dan merenungi Alkitab agar melalui Alkitab itu kita semua semakin diajar serta diarahkan untuk selalu dan senantiasa melakukan hal-hal yang sesuai dan berkenan kepada Bapa. Sehingga seperti hal nya bila kita telah berhasil memasang tali kekang pada kuda dan kita berhasil menguasai kemudi itu maka kita akan dapat mengendalikan kuda dan mengendalikan alat-alat transportasi yang besar-besar itu menuju arah yang tepat, demikian juga bila kita telah berhasil menjaga dan mengekang lidah kita maka kita pun dapat mengarahkan hidup kita pada arah yang tepat yaitu arah hidup kita yang tertuju dan menuju kepada Kristus.
Amin.

Senin, 05 Oktober 2009

Merenung Tanpa Kata-Kata

Kita pasti masih ingat akan duka yang baru saja dialami warga kota Padang saat beberapa hari yang lalu mereka mengalami bencana gempa bumi yang hebat yang merenggut banyak jiwa. Beberapa saat setelah terjadi bencana tersebut, kita dapat melihat begitu banyak reaksi yang diberikan oleh orang-orang, baik yang terkena langsung bencana tersebut maupun reaksi dari orang yang hanya mendengar dan melihat bencana tersebut. Ternyata dari berbagai banyak reaksi orang-orang, tidak sedikit juga kita melihat munculnya komentator-komentator dadakan yang sebenarnya tidak mengetahui atau memahami keadaan yang ada, orang-orang yang hanya bisa berkomentar ini biasanya akan selalu mencari-cari kesalahan orang lain yang pada akhirnya komentar-komentar yang mencari-cari kesalahan ini justru membuat keadaan bertambah rumit karena komentar-komentar itu mengakibatkan setiap orang jadi saling menyalahkan satu dengan yang lainnya tanpa mau bertindak. masyarakat menyalahkan pemerintah pusat yang dianggap gagal dan tidak peka terhadap bencana, pemerintah pusat yang juga kemudian menyalahkan pemerintah daerah yang tidak sigap dan cepat menyelesaikan bencana, pemerintah daerah yang kemudian juga menyalahkan masyarakat karena begitu banyak orang-orang yang datang dan tidak membantu tapi malah menjadikan tempat bencana itu sebagai tempat tontonan yang akhirnya membuat regu penolong sulit untuk bekerja, semua orang saling menyalahkan.
Teman-teman, memang banyak reaksi awal yang bisa kita perbuat ketika ada musibah atau kedukaan, baik ketika kita hanya sebagai pendengar atau hanya sekedar menyaksikan kedukaan tersebut, ataupun ketika posisi kita sebagai teman atau sahabat dari orang yang sedang mengalami kedukaan, atau malah posisi kita adalah orang yang sedang terkena kedukaan tersebut. Ada banyak raeksi awal yang bisa muncul atau kita perbuat saat kita ada dalam posisi-posisi tadi, tapi saat ini teman-teman, saya ingin menunjukan salah satu reaksi awal yang mungkin bisa kita lakukan baik saat posisi kita hanya sebagai pendengar atau hanya sekedar menyaksikan kedukaan, atau posisi kita sebagai teman dan sahabat dari orang yang sedang mengalami kedukaan atau posisi kita sebagai orang yang sedang mengalami kedukaan tersebut.
Hal yang pertama yaitu ketika posisi kita sebagai orang yang hanya mendengar atau menyaksikan kedukaan itu. Reaksi awal yang bisa kita lakukan saat itu adalah “diam, merenung tanpa kata-kata.” Apakah artinya ini kita hanya diam ketika mendengar atau melihat kedukaan?? Tentu tidak. Biasanya reaksi awal dari orang banyak ketika mendengar atau melihat kedukaan adalah mereka cenderung untuk langsung mengeluarkan komentar, seperti halnya komentator-komentator dadakan yang saya singgung diatas tadi, bisanya komentar-komentar seperti ini sering sekali hanya didasari oleh perasaan kecewa, emosi atau kekesalan semata sehingga biasanya komentar-komentar ini malah cenderung akan membawa masalah bukan menyelesaikan masalah. Tapi cobalah ketika kita mendengar atau melihat kedukaan, kita ambil waktu untuk diam, merenung tanpa kata-kata, biarkan Tuhan yang berbicara kepada kita, mungkin sekali ketika Tuhan mengijinkan kita mendengar atau melihat kedukaan, Ia ingin membentuk kepekaan kita untuk dapat mengasihi sesama, mengasihi semua orang walaupun mungkin kita tidak mengenal orang tersebut. Cobalah kita mengambil waktu untuk merenungkan tanpa perlu mengeluarkan kata-kata terlebih dahulu, coba kita renungkan apa muksud Tuhan dengan mengijinkan kita mendengar atau melihat kedukaan itu. Hal reaksi awal seperti ini tentunya lebih berguna daripada kita langsung dengan segera mengeluarkan komentar-komentar yang belum tentu berguna dan tepat saat kita mendengar atau melihat bencana atau kedukaan.
Hal kedua yaitu ketika posisi kita sebagai teman ataupun sahabat dari orang yang sedang mengalami kedukaan. Untuk posisi seperti ini saya teringat akan teman-teman Ayub, kita tahu reaksi awal yang ditunjukan teman-teman Ayub adalah diam bersama-sama dengan Ayub, Ayub 1:13”lalu mereka duduk bersama-sama dia ditanah selama tujuh hari tujuh malam. Seorangpun tidak mengeluarkan sepatah kata kepadanya ………”
Kita melihat reaksi awal dari teman-teman Ayub sebenarnya sangat positif, mereka hanya diam dan merenung bersama-sama dengan Ayub. Mereka datang dan menunjukan keperdulian mereka sebagai teman dan sahabat dengan diam bersama-sama merasakan penderitaan yang sedang dialami Ayub. Namun reaksi berikutnya dari teman-teman Ayub ini yang menyalahkan dan memojokan Ayub justru membuat Ayub menjadi kehilangan kesabarannya dan mulai mempertanyakan kebaikan Allah sehingga Elihu menegur Ayub dan membuat Ayub segera menyadari kekeliruan ucapannya dengan mempertanyakan kebaikan Allah. Mengapa Ayub sempat sedikit keliru dan kehilangan kesabarannya dan kemudian mempertanyakan kebaikan Allah?? Iya, jawabannya adalah karena ucapan-ucapan teman-teman Ayub ini yang justru malah menyalahkan dan memojokan Ayub.
Teman-teman, reaksi ini yang sering kita lakukan, mungkin sebagai teman atau sahabat kita berniat menghibur teman atau sahabat kita yang sedang mengalami kedukaan, namun ternyata tidak jarang justru kata-kata yang keluar dari mulut kita membuat teman atau sahabat kita yang sedang mengalami kedukaan itu bukannya semakin kuat dalam iman namun perkataan kita mungkin sekali akan membuat iman teman atau sahabat kita ini menjadi goyah karena perkataan kita.
Saya ingat waktu saya sedang mengalami kedukaan ketika ayah saya meninggal, ada seorang sahabat saya yang datang kerumah duka namun tidak berbicara apa-apa dengan saya, dia hanya memeluk dan menepuk-nepuk pundak saya. Saat itu saya merasakan ada satu kekuatan baru yang diberikan oleh sahabat saya ini, memang dia tidak menghibur saya dengan mengucapkan kata-kata namun melalui sikapnya yang diam, memeluk serta menepuk-nepuk pundak saya membuat saya mengerti bahwa ia sedang ingin membagi kekuatan kepada saya dengan sikapnya yang menyatakan bahwa ia ada disebelah saya dan siap merangkul saya.
Teman-teman, kadang-kadang sikap seperti inilah yang diperlukan teman atau sahabat kita ketika dia mengalami kedukaan. Teman atau sahabat kita itu lebih membutuhkan kehadiran kita daripada kata-kata yang keluar dari mulut kita. Oleh karena itu sebenarnya reaksi awal yang bisa kita lakukan kepadateman atau sahabat kita yang mengalami kedukaan adalah salah satunya dengan diam dan bersama-sama dengan dia merenung tanpa perlu mengeluarkan kata-kata. Merenung dan lagi-lagi mencoba membiarkan Tuhan berbicara kepada kita, apa yang dapat kita lakukan untuk teman atau sahabat kita ini.
Hal yang ketiga yaitu ketika posisi kita sebagai orang yang sedang mengalami kedukaan. Ada banyak reaksi yang bisa kita lakukan ketika kita sedang mengalami kedukaan, mungkin ada yang menangis dan menyalahkan dirinya sendiri, atau ada juga orang yang lebih menyalahkan orang lain atas duka yang ia alami atau bahkan malah ada orang yang pada akhirnya akan menyalahkan Tuhan atas segala kedukaan yang ia alami. Memang ada banyak reaksi yang dapat kita lakukan saat menghadapi kedukaan, namun saya ingin menunjukan salah satu sikap reaksi yang dapat kita lakukan ketika kita mengalami kedukaan yaitu “diam dan merenung tanpa kata-kata”. Saya ingin mengajak teman-teman melihat reaksi Daud ketika anaknya sakit keras dan hampir meninggal, kita lihat Daud yang telah sadar karena kesalahannya setelah ditegur oleh Natan, Daud tidak menyalahkan diri sendiri, atau menyalahkan orang lain atau malah menyalahkan Tuhan karena penyakit yang diderita anaknya ini yang sudah membuat anak ini hampir mati. Daud tidak melakukan itu semua justru sebaliknya dalam IISamuel 12:16, kita lihat Daud memohon kepada Allah untuk kesembuhan anaknya itu, dia juga dengan tekun berpuasa serta semalam-malaman berbaring ditanah. Daud tidak mencoba mencari-cari kesalahan orang lain ataupun menyalahkan dirinya sendiri dengan penyakit yang diderita anaknya itu, Daud juga tidak menyalahkan Tuhan, Daud sadar akan kesalahannya dan mencoba memohon kesembuhan anaknya kepada Allah sambil tekun berpuasa. Kadang-kadang reaksi awal seperti inilah yang perlu kita lakukan ketika kita mengalami kedukaan, jangan kita mencari-cari kesalahan orang lain atas duka yang kita alami, jangan pula kita menjadi menyalahkan diri sendiri dan terus-terusan hanya menyalahkan diri atas duka yang kita alami, atau malah kita menyalahkan Tuhan atas duka yang kita alami. Ketika kita mengalami kedukaan, kita perlu mengambil waktu sejenak untuk berdiam diri dan merenung tanpa perlu mengeluarkan kata-kata, kita perlu membiarkan Tuhan berbicara kepada kita, kita perlu mencari tahu apa rencana dan maksud Tuhan atas duka yang kita alami ini, biarlah kita hanya berkata-kata kepada Tuhan dan Tuhan yang berkata-kata kepada kita melalui renungan-renungan kita ketika kita mengalami kedukaan ini.
Oleh karena itu teman-teman, saat ini saya ingin mengajak teman-teman untuk dapat melihat salah satu reaksi awal yang bisa kita lakukan baik ketika kita hanya sebagai pendengar atau hanya sekedar melihat kedukaan, atau ketika kita sebagai teman dan sahabat dari orang yang mengalami kedukaan, ataupun ketika kita sendiri yang sedang mengalami kedukaan. Biarlah reaksi awal ini, yaitu dengan berdiam dan merenung tanpa mengeluarkan kata-kata, dapat membuat kita menyikapi dengan baik dan benar kedukaan yang ada, biarlah dengan reaksi sikap kita ini dapat membuat kita semakin dekat dengan Tuhan karena kita terus mencoba merenungkan dan mencari tahu maksud serta rencana Allah dan membiarkan Tuhan yang berbicara kepada kita.
Amin.

Kamis, 01 Oktober 2009

Kristen siaga.

Teman-teman pasti ingat salah satu motto yang sedang terkenal saat-saat ini “Desa siaga”, teman-teman tentu sering mendengar dan melihat motto itu dalam iklan-iklan ditelevisi. Sebutan desa siaga diberikan kepada desa yang mau berbenah diri dan menjadikan desa nya menjadi desa yang selalu siap untuk menghadapi saat-saat ketika terjadi suatu peristiwa ataupun musibah yang membutuhkan pertolongan dengan segera.
Demikian juga seharusnya kita sebagai orang Kristen. Tentunya kita telah sering membaca dan mendengar khotbah-khotbah tentang kerajaan Allah, dimana jelas dituliskan disana Yesus selalu memerintahkan kita sebagai murid-muridNya untuk selalu waspada dan siap sedia untuk menyambut kerajaan Allah. Memang permasalahannya tidak ada seorangpun dari kita yang tahu kapan waktu tepatnya kerajaan Allah itu datang kembali, bahkan ada orang yang berseloroh, “kayaknya kata-kata Yesus dalam perikop-perikop tentang kerajaan Allah itu sudah lama sekali, dari jaman Yesus masih melayani di dunia, sampai ketika Alkitab mulai ditulis sampai saat sekarangpun kerajaan Allah masih belum datang, jadi yah santai dulu aja sebentar toh dari dulu-dulu kerajaan Allah belum datang-datang juga.”. memang mungkin kata-kata itu tadi hanya sebagai lelucon yang diucapkan orang tadi, tapi coba teman-teman bayangkan seandainya lelucon itu ditangapi serius dan membuat kita berpikir bahwa kerajaan Allah memang masih jauh dan belum akan datang kembali dalam waktu dekat ini, maka sudah pasti kita tidak akan menjadi orang Kristen yang siaga seperti perintah Yesus.
Saya ada cerita, ketika saya dan beberapa teman saya sempat berlibur ke puncak saat waktu bukan liburan panjang atau liburan anak sekolah, kami melihat banyak sekali villa-villa yang sedikit kotor dan agak kurang terawat, tapi disekitar situ pula kami melihat ada sebuah villa yang tampak berbeda, villa yang satu ini tampak bersih sekali dan sangat terawat. Dikesempatan lain kami juga sempat berlibur ke puncak dan kebetulan kembali kesekitar villa-villa yang beberapa waktu lalu tampak sedikit kotor dan agak kurang terawat itu, kali ini kami datang bertepatan dengan musim liburan panjang, kami sedikit bingung ketika melihat villa-villa yang beberapa waktu lalu tampak sedikit kotor dan agak tidak terawat mendadak berubah total menjadi sangat indah dan seolah-olah terawat setiap hari. Dengan sedikit bingung kami mencoba menuju villa yang beberapa waktu lalu menjadi satu-satunya villa yang terlihat rapih dan terawat, kebetulan kami bisa bertemu dengan seorang yang bertugas menjaga dan merawat villa itu. Kami mulai bertanya apakah villa-villa yang lain yang ada disekitar situ tidak ada yang menjaga dan merawat setiap hari, jadi baru kelihatan terawat ketika musim liburan saja ketika pemilik villa nya datang??, penjaga itu menjawab kalau sebenarnya villa-villa didaerah itu semuanya memiliki penjaga yang bertugas merawat villa-villa itu setiap hari. Lalu kami Tanya lagi, “kalau begitu mengapa waktu hari-hari biasa diluar musim liburan, villa-villa itu terlihat kotor dan agak tidak terawat??”, penjaga ini menjawab “yah karena para penjaga villa yang lain itu sudah tahu kalau si pemilik villa pasti hanya datang ketika musim liburan saja, jadi hari-hari biasa nya para penjaga itu lebih sibuk dengan urusannya masing-masing dan tidak memperdulikan keadaan villa yang dijaganya sampai waktu mendekati musim liburan, ketika mendekati musim liburan itulah baru mereka berbenah membersihkan villa-villa itu agar terlihat indah dan selalu terawat”. Lalu kami bertanya lagi, “kalau begitu pemilik villa yang bapak jaga ini sering datang diluar waktu liburan panjang yah, karena kami lihat di hari-hari biasa juga villa ini tetap terlihat rapih dan terawat??” Penjaga ini menjawab “ justru pemilik villa ini telah beberapa tahun ini tidak pernah datang kesini meskipun waktu liburan panjang, dia hanya selalu mengirim uang gaji saya melalui bank saja”. Jawaban penjaga villa ini membuat kami heran dan kembali bertanya “kalau begitu bapak merawat villa ini setiap hari dengan harapan kalau besok pemilik villa ini mendadak datang ia akan mendapati villa nya bersih dan terawat??” penjaga ini menjawab “oh saya bukan berharap kalau besok pemiliknya datang tapi hari ini pemiliknya datang, ketika pagi saya selalu berharap kalau hari ini pemilik villa ini datang, bukan berharap datangnya besok, karena kalau saya berharap si pemilik villa akan datangnya besok maka bisa saja dari pagi sampai malam hari itu saya santai-santai saja dan baru berberes dan bersih-bersih villanya pada besok paginya saja. Setiap hari saya selalu berharap kalau si pemilik itu akan datang pada hari ini juga sehingga setiap hari saya selalu bersiap menunggu kalau-kalau benar si pemilik villa itu akan datang. Dengan demikian ia akan melihat kalau saya benar-benar bekerja menjaga dan merawat villanya dengan baik”.
Teman-teman, mungkin cerita tadi kita anggap hanya cerita biasa, tapi coba kita simak dan pahami reaksi penjaga villa yang selalu berharap si pemilik villa datang pada hari itu juga.
Seperti inilah yang diminta oleh Yesus ketika Ia menjelaskan tentang kerajaan Allah. Ia ingin kita selalu siap dan siaga, seperti hal nya penjaga villa tadi, Yesus ingin kita siap dan siaga seolah-olah kerajaan Allah datang hari ini juga, bukan besok-besok bukan minggu depan atau juga bukan bulan depan. Ia ingin kita siap menyambut kerajaan Allah dengan kesiapan penuh, bukan dengan kebingungan karena kita tidak siap. Bayangkan seandainya kita menganggap kerajaan Allah datangnya besok, maka mungkin sekali hari ini akan kita isi dengan santai-santai, kita melakukan semua hal yang menyenangkan hati kita saja, kita tidak perduli dulu dengan hati Tuhan. Nah coba bayangkan justru ketika kita tidak siap itulah waktunya kerajaan Allah datang kembali, apa yang bisa kita pertanggung jawabkan kepadaNya?? Kita akan sama seperti perempuan-perempuan bodoh yang tidak siap dengan minyak dalam pelitanya untuk menyambut mempelai yang datang, sehingga kita akan seperti perempuan-perempuan yang bodoh itu, yang ditinggalkan karena ketidak siapan kita menyambutNya.
Teman-teman, kalau pemerintah sekarang-sekarang ini sedang mengalakan program desa siaga, maka marilah kita sebagai orang-orang Kristen turut mengalakan program Kristen siaga, marilah kita siap siaga menjadi Kristen yang melakukan segala perintah Tuhan 24 jam penuh 7hari dalam seminggu. Marilah kita belajar dari seorang penjaga villa itu, yang selalu berharap dan menganggap bahwa tuannya si pemilik villa akan datang hari itu juga, bukan besok atau hari-hari lain, sehingga ia akan dengan siap siaga menanti-nanti kedatangan tuannya dengan siap dan selalu melakukan tugas dan tanggung jawabnya dengan baik, sehingga ketika tuannya tiba ia dapat mempertanggung jawabkan segala tugas yang telah diberikan oleh tuannya itu.
Oleh karena itu teman-teman, marilah mulai hari ini kita belajar menjadi seorang Kristen yang siaga, orang Kristen yang selalu berpikir bahwa hari ini adalah waktunya kerajaan Allah datang kembali, sehingga dengan pemikiran itu akan membuat kita selalu siap dan siaga untuk senantiasa melakukan segala perintahNya. Sehingga dengan demikian, dengan kesiapan dan kesiagaan seperti itu, kita akan selalu melakukan hal-hal yang menyenangkan hatiNya, Sehingga ketika Ia datang kembali, kita siap untuk mempertanggung jawabkan segala perintah yang telah Ia berikan kepada kita selaku Anak-AnakNya.
Amin.